04 Juni 2013

Kisahku melahirkan (2)

Baca part I nya di sini


Demam, tak nafsu makan, jantung berdebar hebat hingga saya susah bernafas, membuat saya ingin sekali mengakhiri masa di rumah sakit itu. Tapi jelas saja dokter tak mengizinkan pulang. Karena susah sekali untuk bernafas, khawatir jika bayi saya tak mendapat cukup oksigen, saya pun bernafas dengan bantuan selang oksigen. Baru pertama kali saya merasakan betapa tidak enaknya di rumah sakit. Seumur-umur sakit hanya dirumah saja, pernah diinfus tapi dirumah. Akhirnya suami saya pulang dari Aceh pada hari selasa dan tiba di rumah sakit Rabu siang (padahal tugasnya seharusnya sampai jumat, maafkan oh Indonesia). Rabu dini harinya mertua saya sudah duluan tiba di rumah sakit (datang dari Ponorogo). Bertambahlah semangat saya untuk sehat karena suami datang (hehe...)

Saat kondisi saya seperti itu, dokter visit pun tak hanya dokter kandungan, tapi juga dokter internis. Mungkin mereka menduga ada penyakit jantung pada saya. Setiap hari mereka memeriksa keadaan saya, dan hasilnya sama, suhu badan tinggi, nafas susah. Bayi saya juga selalu diperiksa, alhamdulillah detak jantungnya sehat, hanya saja ia diberi penguat paru-paru. Dan ketika suhu badan saya semakin tinggi, saat itu pula detak jantung bayi saya diatas normal. Maafkan bunda, nak.  

Sampai hari jumat, keadaan terus seperti itu, dan saya tetap tak bernafsu makan. Mungkin itu juga salah satu penyebab tak ada perubahan pada diri saya. Saya makan! Teriak dalam hati. Walaupun tak banyak. Yang penting makan kan?

Malam harinya, hujan turun dengan deras, saat itu suami saya ke masjid untuk sholat maghrib dan saya sendirian dikamar. Saat itu, tubuh saya tiba-tiba menggigil hebat, sampai kejang, dan dengan lemah tangan saya berusaha meraih nurse call (alat pemanggil perawat) yang ada dimeja samping kasur.  Saya hanya bilang “menggigil, menggigil, menggigil” saat perawat bertanya “iya bu, ada apa?” Tak lama kemudian perawat datang dan melihat kondisi saya. “Suami ibu mana? Ibu sendirian?” sambil menutup tubuh saya dengan selimut tebal. “Sebentar ya, bu, saya ambilkan thermometer.” Saat itu suami saya pulang dari masjid, dan tak kuasa menahan rasa sedih melihat saya yang tergeletak dengan gigilan tubuh yang dahsyat! Saya melihat air mata jatuh darinya. Sontak ia memeluk saya sambil tak henti berdzikir dan berdoa untuk kesembuhan saya. Perawat pun datang, saat itu panas tubuh saya mencapai 39. Berangsur-angsur, panas semakin turun, dan tubuh saya merasa sangat gerah. Baju pun banjir keringat. Saya sudah dapat berbicara dengan jelas, dan saat itu, suami saya membujuk saya agas makan yang banyak. Demi kesembuhan saya dan kesehatan bayi saya. Perlahan-lahan, posisi kasur saya dirubah setengah duduk, dan dengan kekuatan cinta, saya bisa menghabiskan makanan dari rumah sakit yang menurut saya hambar sekali rasanya. Tapi saat itu benar-benar enak, rasa kasih sayang (hehehe...) dan saya pun mulai membaik, lalu istirahat dengan tenang, alhamdulillah.

Esok harinya, dua dokter memeriksa keadaan saya, dan Subhanalloh... saya dan bayi saya sehat. Suhu badan saya kembali normal, saya bisa bernafas tanpa selang oksigen lagi, Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah... dan saat itu pula saya segera meminta agar saya diperbolehkan pulang. Dokter internis mengizinkan, tapi dokter kandungan menyarankan agar tak usah pulang, dan bayi saya agar segera dilahirkan. Hah???!!! Apa maksudnya? Saya kan sangat ingin sekali melahirkan normal. Kalau belum waktunya kenapa menyarankan untuk dilahirkan? “Begini bu, saat ini, kondisi ibu dan bayi ibu sudah sehat, normal, kalau ibu pulang, ibu harus jaga kondisi ibu agar tetap sehat dan harus kontrol setiap tiga hari sekali.
"Maksud saya dilahirkan sekarang, ibu nanti diinduksi, itu ada dua pasien yang diinduksi, yang satu sudah lahir bayinya, cepat. Gimana? Atau ibu pikir-pikir dulu,” jelas dokter dengan sabar sesaat setelah memeriksa kandungan saya.

Saya dan suami berdiskusi, dengan berbagai pertimbangan, kami memutuskan untuk mengikuti saran dokter. Suami menguatkan saya, dan saya tak ada sedikitpun teringat kata orang-orang bahwa induksi itu sakit. Saat saya bimbang, suami kembali menguatkan, dan meyakinkan bahwa saya bisa. ‘Mungkin ini sudah giliran bunda, kan bunda sendiri yang bilang, bunda sedang antre, teman-teman bunda sudah dapet antrean itu, sekarang saatnya bunda. Kalau mereka bisa, bunda juga oasti bisa. Mumpung papah disini, nanti, kalau papah sudah ke Jakarta, gimana kalau bunda krasa, kontraksi, tambah repot kan?” saya tersenyum, dengan mata berkaca-kaca, antara takut dan senang akan menyambut kehadira buah hati kami.

Well, 2 Maret 2013 pukul 22.00 saya diinduksi.
3 Maret pukul 02.00 kontraksi itu mulai datang, tapi masih biasa saja.
05.00 belum bukaan satu pun, diinduksi lagi.
06.00 bukaan satu
10.00 diinduksi lagi, karena bukaan baru satu longgar.
Saya ditemani suami, berjalan-jalan keliling rumah sakit dan naik turun tangga. Sekali-sekali istirahat ketika kontraksi itu tak kuat kutahan. Dan ketika tak kuat, saya berbaring dikasur, sambil dipijat ibu atau suami saya. Hingga sore pun datang.
16.00 bukaan dua.

naik turun tangga biar cepet nambah bukaannya
bukaan 1, masih bisa senyum2

Bidan mengatakan bahwa saya akan dipindahkan ke ruang bersalin. Ah, rasanya ngeri sekali membayangkan ruangan itu. Ya, walaupun beberapa hari ini saya diperiksa disana dengan alat-alat pendeteksi detak jantung yang sangat rumit itu, tetap saja pandangan saya tentang ruangan itu parno.

Kami pun bersiap-siap, menyiapkan pakaian bayi untuk menyambutnya saat lahir nanti, ah senangnya, tapi rasa sakit itu tetap menghinggap ditubuh saya. Sampai di sana, saya memraktikkan gerakan di senam hamil yang saya ikuti di RS Premier selama di Bintaro. Suami mengingatkan saya ketika saya mulai merasakan sakit, bahkan ia praktik bagaimana cara menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dari mulut, Lucu sekali melihat ekspresinya. Dan selama menemani, tak pernah sekalipun kata-kata 'sakit' terucap darinya. Benar-benar praktik hypnobirthing deh suami saya, hebat! Disisi lain, ibu saya memijat saya agar pegelnya tak terlalu berasa. Wah pokoknya kami benar-benar teamwork yang handal deh (haha...).  
Semakin lama semakin kuat rasa sakitnya, semakin hebat kontraksinya, dan semakin banyak pula pembukaannya. Suami saya pun membujuk saya agar mau makan untuk tenaga ketika mengejan nanti. Ah, rasanya tak ada nafsu makan. Tapi terpaksa saya membuka mulut saya untuk suapan pertama, dan benarlah, saya malah muntah, apa yang sudah ada dalam perut keluar semua termasuk popmi dan teh manis hangat yang dilahap beberapa waktu sebelumnya. Sedih sekali, karena akhirnya saya diinfus lagi untuk menambah tenaga, dan infusnya diberi cairan untuk induksi yang keempat. Padahal kedua tangan saya sudah bengkak oleh infus selama seminggu.

Kurang dari pukul 00.00 bukaan sudah lengkap, dan ibu saya pun keluar ruangan. Dokter dan suster mulai berkumpul mempersiapkan proses persalinan saya. Alhamdulillah, dengan partner yang hebat seperti suami saya, saya berhasil mengalahkan bumil lain yang katanya datang sudah bukaan tujuh (sementara saya baru lima) tapi melahirkannya duluan saya selisih satu jam.

4 Maret 2013 pukul 00.50, terdengar tangisan bayi di ruangan nan sepi itu.
Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah...
saya dan suami langsung berpelukan. Dan suami bersiap untuk adzan.
Bagaikan malaikat, semua rasa sakit yang saya rasakan tadi, hilang begitu mendengar tangisannya. Subhanalloh.....
Walkhandulillah...
Allohuakbar...

Bayi kami cantik, dan pintar. Meski tubuhnya mungil, begitu lahir, langsung menangis dengan kerasnya. Hahaha... mungkin sudah tak sabar ingin bertemu bunda dan papah ya nak, apalagi ditengah jalan sempat terhenti dijalan lahir gara-gara tenaga bunda yang kurang kuat. 
Maafin bunda ya, nak. Sekarang masih ada tandanya dikepalamu, nak.   
Kamu pintar sekali, nak, berhasil IMD sesaat setelah lahir. Dan membuat bunda tak merasakan sakitnya digunting dan dijahit :D
Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?


3 komentar:

  1. Selamat bunda,,,,
    Debay nya udh lhr...

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah bunda rienda, skrg udh gede anaknya. makasih ya sdh mampir

      Hapus
  2. Berapa biaya persalinan di rsi harapan anda tegal??

    BalasHapus

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.