13 November 2017

Kisah Melahirkan Anak kedua

Assalamualaikum...
Hwah, ternyata sampai tulisan ini dipublish belum ada juga jadwal rutin untuk menulis kembali. Maafkan aku blog, kamu jadi kotor lagi. Hush hush debu...

Kali ini mau cerita tentang kelahiran anak kedua, yang sekarang usianya sudah lima bulan, sudah duduk dan sudah merangkak beberapa langkah. Telat banget nulisnya. Tapi ngga apa2 ya biar ada cerita juga seperti kakaknya dulu.

Baca juga : Kisahku Melahirkan Anak Pertama


Bingung mau mulai dari mana. Dari foto ini dulu deh, ini foto dengan Mba Tya dari Nujuh bulan studio. Dapet rekomendasi yoga hamil di sini dari temen. Dan setelah membandingkan dengan senam
hamil di RS Premier Bintaro (seperti kehamilan pertama) dan yoga hamil di BWCC (info dari teman) saya memilih untuk ke Nujuh Bulan saja. Memang nggak murah untuk saya biaya per kedatangannya. Tapi alhamdulillah dengan yoga hamil, saya belajar bagaimana mengatur konsentrasi (baca: meditasi), gerakan yang membantu untuk mengurangi keluhan selama hamil, dan tentunya gerakan yang bisa memperlancar persalinan. Alhamdulillah...


Sebelum cuti, saya yoga di hari sabtu atau minggu. Setelah cuti melahirkan, saya bisa yoga di hari selasa atau kamis. Biasanya di temani Rizma. Iya, selama cuti, saya selalu mengantar jemput Rizma ke sekolahnya. Senang sekali rasanya, jadi bonding time sama Rizma sebelum kelahiran adiknya. Tepatnya sejak 15 Februari sampai 10 Maret saya mengantar jemput Rizma dengan gojek atau gocar. Pulangnya? Bisa langsung pulang bisa juga playdate. Seru! Miss the moment '.'


Seminggu sebelum lahiran, saya sudah nggak yoga lagi. Karena paketan kelasnya sudah habis, dan saya sudah punya CD dari buku yoga kehamilannya Mbak Tya jadi bisa kapan aja yoga di rumah. Saya dapat tips kalau sudah 40 minggu kehamilan tapi belum lahir juga, info dari Mbak Tya bisa diinduksi alami dengan makan nanas atau duren plus pijat di beberapa titik (dipraktekkin sama Mba Tya, Thanks Mba Tya!)


Oh iya, kehamilan kedua ini, saya HB-nya kurang juga, sama seperti kehamilan pertama. Bedanya, di kehamilan kedua ini saya hanya dua kali infus Venofer untuk menaikkan kadar ferritin. Infusnya sekitar 3 jam. Alhamdulillah HB saya naiknya lebih cepat dibanding tranfusi darah seperti pada kelahiran anak pertama. 

Baca juga: Transfusi darah sebelum melahirkan



Jumat, 3 Maret 2017 
Saya kontraksi saat di sekolah Rizma. Rasanya lemes, langsung pulang. Dan yangkung Rizma udah siapin mobil siapa tahu mau lahiran. Ternyata di bawa istirahat, hilang begitu saja. usia udah 39 minggu. Besoknya, Rizma ulang tahun, berharap si adik lahir. Ternyata belum lahir juga.

Senin, 6 Maret 2017 
Saya mengantar Rizma sekolah, dan hari itu juga Rizma nggak mau ditinggal. Dia nangis, maunya pulang. Akhirnya pulang lagi setelah drama nangis di depan kelas :D
Sampai rumah diketawain sama yangti dan yangkung dong. Hahaha


Rabu, 8 Maret 
Rizma sekolah dan drama kembali. Alhamdulillah berkat bantuan bu tya -fasil di sekolahnya- negosiasi alot berhasil membuahkan Rizma mau sekolah. Meski dengan terharu melepas ke kelas karena saya WA dengan bu tya, ada foto Rizma dengan mata sembab dan minta dikirimkan foto saya yang membuktikan kalau saya masih menunggu di sekolah. Duh sedih bener kalau ingat. Karena ternyata Rizma nggak mau masuk sekolah "mau jagain ibun, kalau Rizma sekolah, nanti ibun sama adek di perut siapa yang jaga?" 


Jumat, 10 Maret 
Saya sudah mendaftar untuk kontrol ke dr. Riyana karena usia sudah 40 minggu dan belum ada tanda-tanda melahirkan. Rencananya, saya ke rumah sakit Hermina pas Rizma sekolah, jadi saya antar Rizma tapi yang jemput si teteh aja. Tapi ternyata hari itu masih saja drama dan saya sudah mengiyakan untuk "nggak ninggalin" Rizma di sekolah. Mau nggak mau, saya nggak boleh bohong dengan kabur begitu saja ke rumah sakit. Alhamdulillah jumat itu seperti biasa, saya bisa mengikuti kajian rutin di sekolah. Pulangnya Rizma senang sekali karena saat dia pulang saya masih menyambut dia di sekolah. Ah! Sungguh ingin cuti terus rasanya, hahaha...


Dari sekolah kami berdua ke rumah sakit dengan melewati jalur dekat rumah (memang jalurnya cuma ini yang biasa dilewati, hehehe) agar bisa menjemput teteh untuk bantu jaga Rizma pas saya periksa. Meski sudah mepet sekali waktunya untuk kontrol di jadwal dr. Riyana, saya tetap berusaha untuk datang karena sudah mendaftar. Kami bertiga (saya, Rizma, dan tetehnya) pergi ke RS naik go-car setelah menjemput teteh di jalanan dekat rumah. Ya, sampai sana tentu saja kloter pendaftaran saya sudah terlewat. Alhamdulillah saya masih diterima, sudah sangat sepi, pas dicek ternyata sudah bukaan 2. Hwaaa! Panik. Karena saat itu saya diminta periksa CTG dan kalau hasilnya 5 menit sekali ada kontraksi, saya sudah diharuskan tinggal di RS. Saat itu sama sekali nggak ada rasa sakit, kata dr. Riyana sih karena ini anak kedua. Berharap segera lahir dengan rasa sakit yang lebih ringan dan lebih cepat waktunya dibanding anak pertama dulu. Hehe..


Sedikit cerita pas menunggu giliran dipanggil, saat itu teteh saya mintai tolong beli camilan untuk yangti di rumah. Kebetulan dekat rumah sakit ada yang jual Lapis Talas Bogor. Tentu saja Rizma bertanya teteh mau kemana? setelah mendapat jawaban, dia maunya ikut. Tapi juga dia maunya menemani saya periksa. Setelah sikasih pilihan "mau ikut siapa? teteh atau bunda?" dia menjawab "ikut bunda sama teteh" lol

Singkat cerita Rizma memilih menemani saya periksa. Kangen momen itu!


Tekanan darah saat itu 90/60 dan berat badan saya 56.8 kg, total kenaikan 10 kg dari sebelum hamil.


Menunggu si teteh kembali dari membeli camilan kok lama sekali, apalagi hujan turun. Ternyata pas saya hubungi, si teteh mampir ke optik. Alhamdulillah setelah dihubungi, teteh segera ke RS untuk menemani Rizma selama saya periksa CTG karena periksa CTG dilakukan di ruang bersalin. Jadi, Rizma pun dilarang masuk dan mau nggak mau harus berpisah dengan saya. Drama? Iya. Akhirnya dengan negosiasi lumayan alot lagi, Rizma berhasil dipulangkan pakai go-jek bersama teteh. Alhamdulillah, makasih ya Alloh...


Hasil CTG bagaimana? seperti dugaan dr. Riyana, ada kontraksi 5 menit sekali. Saya pun diharuskan rawat di RS, di larang pulang. Saya ngotot mau pulang karena saya nggak mau mengulang cerita melahirkan anak pertama dulu, menanti buka-an di rumah sakit. Tapi saya harus menandatangani surat pernyataan menolak dirawat dulu sebelum pulang. Karena ini menyangkut anak, jadi saya hubungi suami, dan pendapat beliau (sekaligus perintah) adalah tinggal saja di rumah sakit, nanti beliau akan menyusul dari kantor sekaligus membawa perlengkapan melahirkan dari rumah. Hiks... (gregetan karena penginnya mules itu masih nyapu lantai atau mainan sama rizma aja di rumah)


Saat itu jam makan siang, saya sangat lapar, karena mau rawat, otomatis seharusnya mendapat jatah makan siang. Tanya petugas kok jawabannya yang satu bilang dapet makan siang, yang satu bilang 'akan dipastikan dulu, akan ditanyakan petugas di pantry.' Laper itu bawaannya emosian apalagi kalau di pingpong petugas RS seperti itu. Dari pada bersungut, saya ke kantin aja pesen mi jawa. Membayangkan mi jawa hangat enak banget dimakan hujan-hujan. Ternyata mi bisa dipesan dengan durasi waktu yang lama (infonya karena ada pergantian shift petugas kantin). Sungutnya tambah deh saya. Hahaha... Saya cari aman dengan lari ke warteg di seberang rumah sakit. Saya makan dengan menu hati ayam dan kering kentang. Uenak polll karena lapar, hihi...


Selain ketidakjelasan jatah makan siang tadi, siang itu juga ada ketidakjelasan proses registrasi. Jadi, kalau saat periksa kehamilan sudah registrasi akan ambil paket kelahiran apa (misalnya kelas I, VIP, dll) maka saatnya lahiran nanti nggak perlu mendaftar kembali karena sudah mengisi form registrasi saat periksa kehamilan. Syaratnya dform registrasinya harus dibawa. Karena saya datang dengan niat periksa kehamilan, tentu saja suratnya nggak dibawa. Sebetulnya jelas, yang nggak jelas adalah paket yang saya ambil desember 2016, di bulan maret 2017 itu sudah nggak ada lagi. Jadi, bidannya kebingungan. Dari pada saya menghadapi bidan yang bingung, saya naik ke ruang bersalin untuk main bola (gerakan mau melahirkan di atas gymball) sembari menunggu suami datang. 


ini foto sebelum lahiran. Bukaan dua belum krasa apa apa. Dari pada kesepian dan mumpung ingat, saya foto selfie aja. Sekali-sekali boleh lah. Hehehe...

Nggak lama, suami dan mertua saya datang, alhamdulillah. Meski yang ngerasain mau lahiran saya, tapi tenang aja karena ada suami siaga. Dan anehnya, begitu suami datang, kontraksi pun datang. Sakit? Enggak. Masih biasa saja. masih jalan-jalan lihat-lihat bayi di lantai atas. Sampai ashar pun buka-an masih 2.

Ba'da ashar, kontraksi sudah 5 menit sekali. tapi masih biasa saja, masih happy dan sampai sholat maghrib pun masih seperti biasa. Pokoknya saya merasa happy dengan kontraksi yang datang, tetap makan/ngemil dan minum sebisa yang saya lakukan meski harus bolak balik kamar mandi. Mumpung masih bisa makan, begitu dalilnya. Kondisi ini berlangsung hingga waktu isya, saya sudah mulai lemas, sholat isya pun duduk. Rasanya ngantuk tapi nggak bisa tidur, malah yang tidur suami (mertua sudah pulang), iri deh melihat suami bisa tidur nyenyak. Tapi nggak apa-apa karena nanti pas lahiran beliau nggak boleh tidur. Hahaha...

Kurang lebih pukul 9 lebih buka-an sudah bertambah dan kontraksi rasanya semakin nikmat. Alhamdulillah... seperti anak pertama, saya juga nggak teriak kesakitan dalam menghadapi kontraksi. Meski pasien sebelah suaranya sudah nggak bisa ditahan lagi kedengarannya dari ruangan saya (salah sendiri nggak pilih kelas VIP, haha), tapi saya maklum, mungkin karena anak pertama. Untung saja suami dan ibunya sangat sabar. End-

Saya sudah nggak konsen lagi dengan waktu, apalagi mencatat kontraksi, bye-bye lah :D

Tengah malam, saya menikmati kontraksi ditemani suami dan sesekali ada bidan datang mengecek kondisi saya. Hampir saja saya menyerah dan meminta untuk di-ILA saja karena sudah nggak kuat lagi. Tapi bidan bilang belum bisa di ILA-dan resiko bila di-ILA belum tentu bayinya akan turun, bu. Yassalaaam, saya hampir pingsan kalau nggak ada semangat dari suami deh. Thank you Alloh suami saya bisa menemani saya dua kali melahirkan. Alhamdulillah

Kalau pada kelahiran anak pertama dulu tugas suami saya adalah memandu saya bernafas dengan benar, di kelahiran anak kedua ini, beliau nggak mau memandu saya bernafas! "kan sudah anak kedua," begitu katanya. Aaaargh! kesel! Akhirnya saya kasih tugas untuk mengelus punggung-panggul ketika kontraksi datang. Yang lucu, ada 1 momen di saat kontraksi datang, beliau lupa nggak mengelus-elus punggung saya. Saya yang sedang kesakitan, memberi tanda dengan wajah dan tangan ke punggung seolah berkata "oi ini punggung jangan lupa digosok, dielus biar sakitnya berkurang!" Haha kocak banget kalau ingat momen ini. Langsung deh melihat ekspresi saya, beliau langsung menggosok dan mengelu-elus punggung saya lagi. Thank you, pap!

Kurang lebih jam 1 dini hari, bidan mengecek saya dan  buka-an sudah 5, hanya saja posisi kepala bayi menengadah. Jadi saat cek buka-an, yang dipegang itu: alis, kening dan mata bayi. Lho, bu, ini posisi bayinya begini bu (sambil menjelaskan). Wow, saya nggak tahu harus bagaimana selain berdoa. Bidan menyarankan agar goyang bola terus agar posisinya benar. Sore tadi sih oke banget goyang bola, tapi posisi buka-an sudah 5 goyang bola itu ..... luar biasa nikmaaaaaat!

Alhamdulillah nggak lama dr Riyana datang, senangnyaaaa!
Beliau cek kondisi saya dan terus menemani sambil memijit titik tertentu di punggung/panggul (saya nggak paham). Saat itu buka-an masih 5, saya sudah berteman dengan peanut ball. Yap, meski si bola kacang ini (katanya) membantu proses kelahiran, tapi rasa sakit tetap saja masih ada (ya iya masa maunya hilang gitu rasa sakitnya? lol). Si bola kacang ini saya peluk seperti guling ketika kontraksi datang, dengan posisi miring kiri. Saat itu saya bertanya, apa bedanya miring kiri dengan jalan-jalan? Ternyata keduanya adalah posisi yang sama untuk membantu bayi turun lebih cepat. Ya kalau gitu enakan tidur miring kiri dong ya? Tap saya lupa ini yang menjawab bidan apa dr. Riyana, haha...

Long story short, buka-an sudah nambah jadi 8. Senang bukan main! Dan terus bertambah dengan cepat rasanya setelah ada dokri. Hihihi... Beliau tenang sekali menamani ibu hamil yang sedang kesakitan itu. Setelah buka-an 9, beliau menanyakan apakah sudah mau ngejan, bu? Saya mengiyakan. Dan beliau nggak melarang saya mengejan (mungkin sudah cek juga buka-an sudah 10). setelah kontraksi berkali-kali datang.

Alhamdulillah dengan mengejan sekuat tenaga, dengan semangat dari suami dan dr. Riyana bahwa saya bagus mengejannya, hanya perlu lebih kuat lagi, kurang lebih pukul 02;40 lahirlah anak kedua kami dengan wajah biru karena ibunya hampir nggak kuat mengejan. Maafkan ibun, nak :)

Alhamdulillah...
Alhamdullillah...
Alhamdulillah...

Badan rasanya kaku, pegel, dan sudah nggak bertenaga sama sekali. dr. Riyana lanjut 'njait' sambil ngobrol dengan suami saya tentang Sabin. Rrrrrh... tega! ibu habis melahirkan malah cerita anak sabin. Oiya, kata dr. Riyana, anak kami terlilit tali pusar (dua lilitan), makanya nggak langsung nangis juga waktu lahir. "Calon anak sabin" kata dokri. Karena lilitan tali pusarnya udah mirip tas ransel. Hahaha...

Ini nggak dikasihtahu dokri lho, saat periksa kehamilan, beliau bilang kalau ada tali pusar melilit, tapi ibu nggak perlu khawatir karena itu "mainannya" adik bayi. Coba kalau dokternya nakut-nakutin, bisa-bisa saya takut juga melahirkannya. Makasih, dok. Dokter Riyana mah emang favorit, pantes banyak pasiennya, hihi...

Setelah proses melahirkan selesai, lanjut IMD, terharu sekali melihat bayi mungil itu merambat dari perut saya. Ah, alhamdulillah wa syukurilah...

Si adik ditimbang dan diukur, beratnya melebihi kakaknya, padahal naiknya berat badan saya cuma 10 kg, waktu hamil kakaknya 13 kg. Alhamdulillah, udah tahu teorinya sih anak kedua, hihihi...

Kami beri nama sesuai rencana, Annisa hanum mulyanto. Barokalloh, nak...

ini foto hanum pas udah bangun dari tidurnya.
Maafkan ibun nggak nyiapin bando atau pita buat adik hanum. Pas lihat bayi lain, duile, cantik-cantik bener, ada yang pakai bando plus anting. Di sini gimana? Kepikiran anting pas mau lahiran, langsung cuzz naik gojek ke pasar Ciputat beli anting. Padahal anak kedua ya. Kenapa bu? Karena saya belum yakin kalau anak saya perempuan kalau belum lahir. hahaha...

Satu-satunya foto hanum di RS yang ada bundanya, haha


Satu-satunya foto hanum bersama mba Rizma saat masih di RS. Maafkan bunda nggak mikirin foto-foto :D

Foto hanum waktu disinar, wajah bahagia matanya dibuka dari pelindung sinar dan nenen selama dia inginkan.


Foto bersama dsog penolong saat melahirkan hanum: dokter Riyana Kadarsari, Sp.OG. Satu-satunya juga. Nggak kepikiran foto sesaat sesudah lahiran dengan beliau, nggak kepikiran juga foto saat beliau visit siang di hari kelahiran hanum. Ini juga kepikiran foto setelah melihat postingan temen foto bersama dokri dengan posisi yang nggak jauh beda. Haha...

Kebanyakan minta maaf karena nggak ada persiapan harus foto pose gimana :D

Alhamdulillah wa syukurilah, berbulan-bulan postingan ini di draft akhirnya selesai juga. Saat tulisan ini publish, usia baby hanum 8 bulan. Artinya sudah 3 bulan mengendap, hahaha...

Semoga menambah syukur kami atas segala nikmat ketika membaca kembali tulisan ini di waktu yang lain.

_______________

Info:
Nujuh Bulan Studio, alamat , Ruko Kebayoran Arcade 2 sektor 7 Bintaro.
Biaya per kedatangan lebih mahal, lebih baik, ambil paket saja, bisa kunjungi websitenya.
----
Biaya Melahirkan di Rumah Sakit Hermina Ciputat, kelas VIP kurang lebih 15mio, Kelas I kurang lebih 10mio. Biaya inap bayi di sinar selama 2*24jam kurang lebih 4mio. Per Maret 2017.

1 komentar:

  1. mbak tanya dunk, infus venofer 3 jam itu sakit gak? saya baca di blog lain ada yg kesakitan, jadi takut. Saya tanya dokter di puskesmas yg pernah infus venofer juga kata dia butuh 12 jam kalau buru2 sakit. Boleh tau biaya infus venofer dan tindakannya?

    BalasHapus

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.